CINTA RASA DATUK MARINGGIH
Oleh
: Ahmad Yani
Srik 18 tahun, menduduki kelas 12
SMA Negeri. Gadis berparas ayu bak kembang melati merekah di taman. Memiliki
tinggi badan 160 cm, dengan tubuh seksi seperti gitas Spanyol. Kecantikannya
membuat banyak lelaki tertarik kepadanya.
Gadis berkulit putih ini,
selalu menjadi primadona di sekolah. Banyak lekaki tergoda melotot takberkedip
mata. Banyak pula yang mendambakan menjadi kekasih, namun wanita berambut
sebahu itu takpernah menampik dengan godaan teman lelaki.
Di sekolah ia selalu fokus
pada apa tujuannya, belajar denga rajin. Memang ia tanam kuat-kuat d dari dalam
diri. Srik takpernah menempatkan cita-citanya setinggi langit seperti
teman-teman lainnya yang bermimpi tinggi-tinggi menjadi seorang dokter, Polisi,
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan lain sebagainya. Srik hanya fokus
menuntaskan sekolah kemudian lulus dan bekerja di kantor swasta. Sebab Srik
taksebahagia teman-teman yang serba berkecukupan. Baginya sudah bisa sekolah ia
merasa bersyukur.
Meski keterbatasan hidup,
Srik takpernah mengeluh sedikitpun terus semangat menuntut ilmu. Banyak
teman-teman sebayanya yang selalu menyiakan kesempatan dimasa sekolah. Namun
Srik takpernah mengusik kegiatan rekan sejawatnya itu. Baginya setiap waktu
sangat berarti.
Memang di sekolah Srik
dikenal sebagai anak yang rajin dan pintar. Sejak kelas X ia selalu menjadi
juara kelas. Mampu mengalahkan anak-anak pengusaha dan pejabat lainnya. Sebagai
anak semata wayang tentu ia menjadi tumpuan besar bagi orangtua.
Pada suatu ketika, Srik
harus menelan pil pahit dalam kehidup. Tepat pada hari ulang tahun 10 Oktober.
Pak Teguh orang tua Srik mendapat kemalangan, kecelakaan di jalan raya saat
membawa penumpang. Sebab pekerjaan yang dilakoni ialah sebagai tukang ojek
online.
Sejak di PHK dari perusahaan
swasta, tiga tahun yang lalalu. Pak Teguh menafkahi keluarganya dengan
menjadi tukang ojek daring. Atas kemalangan itu membuat Teguh dilarikan ke
rumah sakit. Kecelakan itu membuat ia takbisa berbuat apa-apa lagi. Mendapati patah
dibagian pingang takunjung sebuh, membuat tidak dapat lagi bekerja sebagaimana
mestinya.
Untuk menyambung kebutuhan
kehidu keluarga, terpaksa dilakoni oleh Fatimah istrinya. Fatimah mencoba
membuat jajanan goreng pisang, bawan goreng, ubi goreng. Jajana itu dijajakan keliling
kampung. Sementara Srik harus ikut membantu ibunya.
Saat itulah Srik kerap tidak
masuk sekolah, ia harus membantu orangtua berjualan.
"Buk hari ini biar Srik keliling jualan. Ibuk jualan di depan rumah saja," Kata Srik pada ibunya.
"Nggak usah nak, biar ibu saja," jawab Fatimah.
"Nggak apa Buk, biar Srik saja," ucap Srik.
"Ya sudah. Kelikingnya dekat saja, Jagan jauh-jauh," Ibuh Fatimah.
"Buk hari ini biar Srik keliling jualan. Ibuk jualan di depan rumah saja," Kata Srik pada ibunya.
"Nggak usah nak, biar ibu saja," jawab Fatimah.
"Nggak apa Buk, biar Srik saja," ucap Srik.
"Ya sudah. Kelikingnya dekat saja, Jagan jauh-jauh," Ibuh Fatimah.
Srik takpernah dipaksa oleh
orang tua untuk membantu berjulan. Namun Srik memaksa diri.
Srik juga banyak mendapat
perhatian dari pihak sekolah. Pernah sewaktu ketika Srik di datangi wali kelas
ke rumah menanyakan apa yang membuat Srik jarang masuk sekolah.
"Assalamualaikum"
ucap Lesti.
"Walaikun salam," sahut Fatimah dari dalam rumah.
"Ada apa. Ada yang bisa kami bantu," tanya Fatimah.
"Saya wali kelas Srik. Srik ada buk?," tanya Bu Guru.
"Mari masuk buk"
"Srik kemana buk"
"Srik lagi keliling jualan"
"Walaikun salam," sahut Fatimah dari dalam rumah.
"Ada apa. Ada yang bisa kami bantu," tanya Fatimah.
"Saya wali kelas Srik. Srik ada buk?," tanya Bu Guru.
"Mari masuk buk"
"Srik kemana buk"
"Srik lagi keliling jualan"
Setelah Bu Guru mendapatkan
banyak cerita dari Fatimah. Kemudian ia pun pulang tanpa berharap banyak untuk
dapat meminta Srik kembali bersekolah.
Keinginan untuk dapat
sekolah memang masih menjadi impiam Srik. Namun halitu terpaksa diurung, ia
lebih mementingkan kehidupan keluarga, harus berjualan setiap hari, kasihan
melihat orang tua berkeliling jualan.
Ketika itu, Srik berteduh di
bawah pohon sambil mengelus keringat bercucuran, mengalir dari kepala. Sesekali
ia mengipaskan topi kearah leher karena gerah cuaca begitu panas.
Srik yang lagi asik
beristirahat, tiba-tiba didatangi oleh seorang laki-laki baru saja turun dari mobil
bermerek Pajero bewarna hitam. Lelaki itu tampak rapi dengan sepatu hitam kulit
mengkilat, berpakaian jas, berdasi merah, sembari melepaskan kacamata dari mata.
"Mbak jual apa," tanya lelaki itu.
"Gorengan pak," jawab Srik.
"Sudah lama jualannya,"
"Baru Pak,"
"Oh ia, saya beli semuanya boleh, "
"Yang benar pak,"
"Ia, boleh,"
Pertemuan singkat membuar lelaki tersebut merasa kagum dan bertanya-tanya di dalam hati sambil meninggalkan Srik yang masih berteduh di bawah pohon tadi.
Beberapa hari kemudian.
Srik pun didatangi lagi oleh lelaki tersbut. Ditempat yang sama dan pada jam sama
pukul 15.00 WIB.
"Masih ingatkan" tanya lelaki berkumis itu.
"Siapa ia?," jawab Srik
Srik rada lupa sebab banyak orang datang membeli gorenganya.
"Saya yang borong gorengan mbak beberapa hari yang lalu," sebut lelaki itu.
"Oh ia ingat"
"Boleh saya tahu nama mbak,"
"Oh, nama saya Srik"
"kalau saya Tomi. Boleh saya borong lagi gorengannya,"
"Boleh pak,"
Srik merasa senang sebab
setiap hari jualan selalu ludes terjual. Disuatu ketika Srik kemudian diminta
oleh lelaki itu menunjukkan rumah tinggalnya.
Srik yang beramah diripun mengizinkan lelaki sepantaran orang tua itu berkunjing ke rumahnya.
Srik yang beramah diripun mengizinkan lelaki sepantaran orang tua itu berkunjing ke rumahnya.
Lelaki 50 tahun itu hampir
setiap hari mendatangi rumah Srik, tanpa harus diminta. Niat baik lelaki itupun
begitu jelas tampak. Ketertarikan kepada Srik mulai ditunjukkan tanpa basa
basi. Sesekali Srik pun diajak jalan-jalan oleh lelaki itu. Srik terkadang
menolak ajakannya.
"Srik kaumemang wanita
idamanku,’ ujar lelaki sudah setegah abad.
“Maukan kamu menemaniku
memetik mawar di taman, memadu rindu kasih.
Cintamu dapat menuai hasratku, yang terus bergejolak dalam darah. Temani aku disetiap hariku memadu kasih dalam bingkai nadi. Biarkan cinta ini terus mengembara melintas langit ketujuh, seraya menguntai harum bunga-bunga. Biarkan aku ngecup-kecup cinta dalam nadi. Jangan takut Srik!. Biarkan aku segera meminangmu. Biar aku menyiapkan perangkap alat salat. Biarkan aku siapkan sesajian. Kerbau, sapi dan kandang ternak sekalipun. Dan pesta sepekan penuh,” puitis laki itu.
Cintamu dapat menuai hasratku, yang terus bergejolak dalam darah. Temani aku disetiap hariku memadu kasih dalam bingkai nadi. Biarkan cinta ini terus mengembara melintas langit ketujuh, seraya menguntai harum bunga-bunga. Biarkan aku ngecup-kecup cinta dalam nadi. Jangan takut Srik!. Biarkan aku segera meminangmu. Biar aku menyiapkan perangkap alat salat. Biarkan aku siapkan sesajian. Kerbau, sapi dan kandang ternak sekalipun. Dan pesta sepekan penuh,” puitis laki itu.
"Aku belum siap
mas" balas Srik
"Apakah semua perangkap
dan sesajian kurang cukup" ketus lelaki tua lagi.
Srik trus menundukkan
kepala, tak bisa menjawab pertanyaan yang terus disodorkan oleh lelaki berkulit
hitam itu.
"Srik maukan aku pinang sekarang, biar sesegera aku sampaikan kepada orang tuamu,"
"Tidaaaaaaaaakkkkkkkkkkk"
jerit Srik dalam mimpi yang membuat dirinya tersentak dari tidur panjangnya.
"Astaghfirullah, ini
mimpi ia. Mimpi kos sama dengan kisah Datuk Maringgih," cetus Srik
Srik pun baguan meliat jam
didinding sudah pukul 07.00 pagi. “ Waduh kesiangan hari ini ada ujuan di
sekolah,” Srikpun bergegas mandi dan berangkat kesekolah. ***
Kamis, 05 Desember 2019
Komentar
Posting Komentar