Mengintip Pembuatan Tempe di Lapas Batam


Satu Hari Buat 600 Bungkus Tempe di Pesan Pedagang Pasar

Sepuluh orang pembuat tempe warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Batam, jalan raya Trans Barelang, Tembesi. Sehari buat tempe 600 bungkus dipesan pedagang pasar tradisioanal.

AHMAD YANI - Batam

Di Lapas bangunan blok B, ada sebuah pintu masuk dari besi berukuran tiga kali dua meter bewarna biru, tertulis Workshop Pelatihan Keterampilan Pembuatan Tempe. Karena penasaran saya mencoba masuk ke dalam, ingin mengetahui seperti apa proses pembuatan tempe dilakukan di dalam.

Ketika melangkahkan kaki masuk ke ruang tersebut, sepuluh pria bertubuh tegap memakai baju bewarna oranye bergaris hitam dan baju berwarna gelap garis kuning, memakai celana pendek, ada juga yang memakai celana panjang. Mereka sedang asyik bekerja menghamparkan kacang kedelai di atas sebuah karung berukuran lebar dua kali tiga meter. Ada yang menggunakan tangan dan ada satu orang yang menggunakan kayu yang sudah dimodifikasi untuk meratakan kacang, dan dibantu kipas angin yang mengarah ke hamparan kacang itu.

Ternyata itu merupakan salah satu tahapan pembuatan tempe. Pembuatan tempe dilakukan dengan cara bertahap. Meski sepuluh pria tersebut tampak sangar, namun mereka memiliki tangan yang lentik untuk bekerja. Tumpukan demi tumpukan kacang kedelai pun diratakan di setiap permukaan karung. Sepuluh pria tersebut merupakan warga binaan Lapas, sudah dibangun dan diberi pengetahuan khusus tentang cara pembuatan tempe.

Andi Supriandi, salah satu diantara pembuat tempe lainya. Ia mengatan pembuatan tempe memiliki tahapan. Proses awal, kacang kedelai direndam selama dua sampai tiga jam lamanya menggunaka air dingin, kemudian kacang tersebut direbus sampai air mendidih sampai kacang sedikit lembut, kemudian diangkat untuk kembali didinginkan menggunakan air. "Proses itu merupakan tahapan pemisahan antara kacang dengan kulitnya. Kemudian dicuci dan ditiris di atas karung, sampai kacang menjadi sedikit lembab, jangan lupa beri ragi, "ujar pria berusia 37 tahun kepada Batam Pos.

Andi mengatakan, setelah diberi ragi, jangan lupa berikan tepung. Kemudian diaduk sampai rata. Setelah itu barulah tahapan kemasan kacang ke dalam plastik transparan berukuran 15 cm. Setelah itu baru lah ditata di rak untuk proses fermentasi selama dua hari. "Proses ini memakan waktu selama tiga hari, barulah jadi tempe" kata pria kelahiran Binjai Medan.

Pria berkulit sawo matang ini mengatakan, proses pembuatan tempe sudah digelutinya selama dua tahun ketika masuk ke Lapas. Karena sedikit mengerti tentang cara membuat tempe, akhirnya ia ikut dalam pelatihan yang diadakan oleh pihak Lapas. "Dulu tetangga di kampung ada buat tempe, sudah pernah lihat," pungkasnya.

Napi yang difonis enam tahun penjara, karena tersandung kasus narkoba ini mengatakan pembangunan di Lapas seperti yang digelutinya membuat ia tidak merasa bosan selama menjalankan masa tahanan yang tinggal empat tahun lagi. "Membuat saya tidak jenuh di kamar. Ada kegiatan dan juga bisa menambah wawasan, "imbuhnya.
 
Meski pada awalnya, ia merasa awal terjun membuat tempe, namun tidak membuat dirinya merasa canggung, karena sebelum terjun membuat tempe dirinya sudah diperkaya oleh ilmu.

"Tidak ada kesulitan. Cuma butuh rajin dan perhatian khusus. Pada saat pencampuran, ragi harus rata benar. Kelembaban kacang harus sesuai takaran," ungkapnya.

Abdul Rohman, pembuat tempe lainnya mengatakan, kegiatan yang digeluti bersama rekan-rekan warga binaan sangat bermamfaat. Selain mengetahui pemahaman pembuatan tempe. "Kita juga diberi ilmu tentang pembuatan peyek tempe dan mendoan," kata Abdul yang genap berusia 38 tahun.

Pria kelahiran Jawa Tengah, Semarang menuturkan, ketika masa tahanannya selesai, dia berkeinginan untuk membuka usaha pembuatan tempe sendiri. "Juga bisa diterapkan di masyarakat dan bisa jadi usaha sendiri karena sudah paham cara pembuatnya," ujar warga binaan yang sudah menjalankan masa tahana 3,5 tahun, yang difonis lima tahun dua bulan.

Abdul yang kerap dipanggil rekan-rekannya mengaku, dalam satu hari mereka bisa membuat tempe sampai 600 bungkus, menghabiskan 24 kg kacang kedelai. "Proses jadinya tempe itu selam tiga hari," imbuhnya.

Tempe yang dibuat mereka selain untuk dikonsumsi warga binaan Lapas ternyata juga dibeli oleh pedangang yang berjualan di pasar tradisional. "Buat tempe tidak menentu, tergantung pesanan," ujar Abdul.

"Satu bungkus tempe buatan warga binaan dijual Rp 800. Hasil penjualan sebagian ditabung, sisanya untuk beli bahan pembuatan tempe," ujar Kasi Kegiatan Kerja Lapas Batam, Ustad, 56, yang selalu menemani warga binaan yang memiliki keterampilan pembuatan tempe.

Pria kelahiran 8 Agustus 1959, ini mengatakan, warga binaan siap membuat tempe lebih banyak lagi, jika banyak pesanan dari luar. "Saat ini pesanan baru 300 sampai 600 bungkus saja," ungkap pria asal Kampar, Teratakbuluh, Pekanbaru Riau.

Untuk konstruksi membuat tempe di Lapas, sudah berjalan selama tiga tahun lamanya, sudah mendidik sebanyak 60 orang perajin tempe. "Sekarang tinggal 10, sebagian sudah bebas," terang Ustad yang tinggal di Rumah Dinas Komplek Baloi, Sukajadi.

Ustad mengatakan sebagai ayah dari semua warga binaan, ia selalu mencoba memberikan yang terbaik agar selama masa hukuman di lapas, mereka memiliki pekerjaan. "Jadi kami dari petugas memberi pembinaa dan pelatihan seperti ini, agar mereka berguna bagi masyarakat, berguna bagi keluarga ketika mereka bebas nanti," tuturnya.

Tidak hanya konstruksi pembuatan tempe saja, banyak lagi program-program pembangunan lainya yang diberikan kepada warga binaan. "Ada konstruksi pembuatan mebel, bercocok tanam, kesenian dan banyak lagi yang lain-lainnya," tutup Ustad. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Heri Perajin Knalpot di Batam

Pelajar SMKN 1 Batam Jadi Utusan Indonesia ke Jepang

Berbincang Dengan Erviana Madalina Sutra Dara Muda